Jepang, sekali lagi menunjukkan salah satu taringnya di dunia teknologi. Pasalnya, petani di Jepang sudah mulai memanfaatkan teknologi canggih untuk mengembangkan hasil panen mereka. Tidak tanggung-tanggung, sejumlah sensor diletakkan untuk menjaga tanaman mereka.

Fungsi sensor tersebut bermacam-macam. Ada yang dibuat untuk mendeteksi tingkat kelembaban, prediksi hujan, dan lainnya. Semua itu disatukan dalam satu sistem yang bisa dipantau melalui smartphone dan tablet PC.

Data yang dihasilkan oleh sensor tersebut kemudian diolah oleh Fujitsu melalui perangkat khusus. Kemudian data tersebut disimpan di 'awan' agar para pengguna bisa mengakses dari komputer rumah, tablet PC, atau bahkan smartphone dimanapun dan kapanpun.

Sistem tersebut dibuat oleh Fujitsu, dan konon sudah mulai digunakan oleh Fukuhara, Shinpuku Seika, Aeon Agri Create dan Sowakajeun. Semua itu adalah instansi pertanian yang beroperasi di Jepang.

Seperti yang dikutip Z4Comp dari DetikInet, Kamis (16/05/2013), "Kami mengerti bagaimana pentingnya peran ICT dalam pertanian. Teknologi ini bisa dipakai untuk menjaga kualitas hasil panen," kata Masami Yamamoto, President Fujitsu Limited di sela-sela Fujitsu Forum 2013 di Tokyo International Forum 15-16 Mei 2013.

Selain bisa menjaga kualitas hasil panen, teknologi tersebut juga diklaim Fujitsu bisa dipakai untuk mencegah gagal panen yang biasanya diakibatkan oleh kondisi cuaca yang tak terduga. Untuk bisa mencicipi teknologi tersebut para petani tak perlu membangun infrastruktur khusus, karena semua peralatan dan proses instalasi dikerjakan oleh pihak perusahaan.

Biaya untuk menggunakannya pun tidak terlalu mahal, setiap bulan penggguna dikenakan biaya mulai dari Yen 40 ribu (sekitar Rp 3,8 juta), dan biaya instalasi awal sebesar Yen 50 ribu (Rp 4,7 juta).

Lalu bagaimana peluangnya di Indonesia yang dulu sempat digaung-gaungkan sebagai negara agraris?

Menurut Ewin Tan selaku Head of Product Management Fujitsu Indonesia, teknologi tersebut bisa saja dibawa ke Tanah Air jika ada petani lokal yang menginginkannya. "Kalau dibilang mungkin, ya mungkin. Karena sebenarnya memang bisa dipakai di Indonesia," tegas Ewin.